Al-Bukhari (194–256 H) 4
Datanglah badaimenghempas
Datanglah badai
menghempas
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari
dielu-elukan dan disanjung orang
di mana-mana. Pujian penuh
ketakjuban datang dari segala
penjuru negeri, dan beliau
dijadikan rujukan para ulama di masa muda belia. Di saat penuh
kesibukan ibadah dan ilmu yang
menghiasi detik-detik kehidupan
Al-Bukhari, pada sebagian orang
muncul iri dengki terhadap
berbagai kemuliaan yang Allah limpahkan kepadanya.
Badai itu bermula dari
kedatangan beliau pada suatu
hari di negeri Naisabur dalam
rangka menimba ilmu dari para
imam-imam ahli hadis di sana.
Kedatangan beliau ke negeri tersebut bukanlah untuk
pertama kalinya. Beliau
sebelumnya sudah berkali-kali
berkunjung ke sana karena
Nasaibur termasuk salah satu
pusat markas ilmu sunah. Lagi pula, di sana terdapat guru
beliau, seorang ahli hadis yang
bernama Muhammad bin Yahya
Adz-Dzuhli.
Pada suatu hari,
tersebarlah berita gembira di
Naisabur bahwa Muhammad bin Ismail Al-Bukhari akan datang ke
negeri tersebut untuk tinggal
beberapa lama di sana. Bahkan,
Al-Imam Muhammad bin Yahya
Adz-Dzuhli mengumumkan secara
khusus di majelis ilmunya dengan menyatakan, “Barang siapa ingin
menyambut Muhammad bin Ismail
besok, silakan menyambutnya,
karena aku akan
menyambutnya.” Maka
masyarakat luas pun bergerak mengadakan persiapan untuk
menyambut kedatangan Imam
Besar Ahli Hadis di kota mereka.
Di hari kedatangan Imam Al-
Bukhari itu, ribuan penduduk
Naisabur bergerombol di pinggir
kota untuk menyambutnya. Di
antara yang berkerumun
menunggu kedatangan beliau itu ialah Al-Imam Muhammad bin
Yahya Adz-Dzuhli bersama para
ulama lainnya.
Diriwayatkan oleh
Muhammad bin Ya’qub Al-
Akhram bahwa ketika Al-Bukhari
sampai di pintu kota Naisabur, yang menyambutnya sebanyak
empat ribu orang berkuda, di
samping yang menunggang
keledai dan himar serta ribuan
pula yang berjalan kaki.” Imam Muslim bin Al-Hajjaj
menceritakan, “Ketika
Muhammad bin Ismail datang ke
Naisabur, semua pejabat
pemerintah dan semua ulama
menyambutnya di batas negeri.” Ketika Al-Imam Muhammad bin
Ismail Al-Bukhari sampai di
Naisabur, para penduduk
menyambutnya dengan
penyambutan yang demikian
besar dan agung.
Beribu-ribu orang berkerumun di tempat
tinggal beliau setiap harinya
untuk menanyakan kepada beliau
berbagai masalah agama dan
khususnya berbagai kepelikan
tentang hadis. Akibatnya, berbagai majelis ilmu para ulama
yang lainnya menjadi sepi
pengunjung. Dari sebab ini,
mungkin timbul ketidakenakan di
hati sebagian ulama itu terhadap
Al-Bukhari.
Di hari ketiga kunjungan beliau
ke Naisabur, terjadilah peristiwa
yang amat disesalkan itu.
Diceritakan oleh Ahmad bin Adi
peristiwa itu terjadi sebagai
berikut, “Sekelompok ulama telah menceritakan kepadaku
bahwa ketika Muhammad bin
Ismail sampai ke negeri Naisabur
dan orang-orang pun berkumpul
mengerumuninya, maka timbullah
kedengkian padanya dari sebagian ulama yang ada pada
waktu itu. Karenanya, mulailah
diberitakan kepada para ulama
ahli hadis bahwa Muhammad bin
Ismail berpendapat bahwa lafal
beliau ketika membaca Alquran adalah makhluk.
Pada suatu
majelis ilmu, ada seseorang
berdiri dan bertanya kepada
beliau, ‘Wahai Abu Abdillah (yakni
Al-Bukhari), apa pendapatmu
tentang orang yang menyatakan bahwa lafalku ketika membaca
Alquran adalah makhluk? Apakah
memang demikian atau lafadh
orang yang membaca Alquran itu
bukan makhluk?’ Mendengar pertanyaan itu,
beliau berpaling karena tidak
mau menjawabnya. Akan tetapi,
Si Penanya mengulang-ulang
terus pertanyaannya hingga
sampai ketiga kalinya seraya memohon dengan sangat agar
beliau menjawabnya. Al-Bukhari
pun akhirnya menjawab dengan
mengatakan, ‘Alquran adalah
kalamullah (perkataan Allah) dan
bukan makhluk, sedangkan perbuatan hamba Allah adalah
makhluk, dan menguji orang
dalam masalah ini adalah
perbuatan bid’ah.’ Dengan jawaban beliau ini, Si
Penanya membikin ricuh di majelis
dan mengatakan tentang Al-
Bukhari, ‘Dia telah menyatakan
bahwa lafalku ketika membaca
Alquran adalah makhluk.’ Akibatnya, orang-orang di majelis
itu menjadi ricuh dan mereka pun
segera membubarkan diri dari
majelis itu dan meninggalkan
beliau sendirian.
Sejak itu, Al-
Bukhari duduk di tempat tinggalnya dan orang-orang pun
tidak lagi mau datang kepada
beliau.” Al-Khatib Al-Baghdadi
meriwayatkan dari Ahmad bin
Muhammad bin Ghalib dengan
sanadnya dari Muhammad bin
Khasynam menceritakan,
“Setelah orang meninggalkan Al- Bukhari, orang-orang yang
meninggalkan beliau itu sempat
datang kepada beliau dan
mengatakan, “Engkau mencabut
pernyataanmu agar kami kembali
belajar di majelismu.” Beliau menjawab, “saya tidak akan
mencabut pernyataan saya
kecuali bila mereka yang
meninggalkanku menunjukkan
hujjah (argumentasi) yang lebih
kuat dari hujjahku.” Kata Muhammad bin Khasynam,
“Sungguh aku amat kagum
dengan ketegaranya dan kokohnya
Al-Bukhari dalam berpegang
dengan pendirian.” Kaum Muslimin di Naisabur
gempar dengan kejadian ini dan
akhirnya arus fitnah melibatkan
pula Al-Imam Muhammad bin
Yahya Adz-Dzuhli sehingga beliau
menyatakan di majelis ilmu beliau yang kini telah ramai kembali
setelah orang meninggalkan
majelis Al-Bukhari, “Ketahuilah,
sesungguhnya siapa saja yang
masih mendatangi majelis Al-
Bukhari, dilarang datang ke majelis kita ini karena orang-
orang di Baghdad telah
memberitakan melalui surat
kepada kami bahwa orang ini
(yakni Al-Bukhari) mengatakan
bahwa lafalku ketika membaca Alquran adalah makhluk. Kata
mereka yang ada di Baghdad
bahwa Al-Bukhari telah dinasihati
untuk jangan berkata demikian,
tetapi dia terus mengatakan
demikian. Oleh karena itu, jangan ada yang mendekatinya dan
barang siapa mendekatinya maka
janganlah mendekati kami.”
Tentu saja, dengan telah
terlibatnya Imam Adz-Dzuhli,
fitnah semakin meluas. Hal ini
terjadi karena Adz-Dzuhli adalah
imam yang sangat berpengaruh
di seluruh wilayah Khurasan yang beribukota di Naisabur itu.
Bahkan lebih lanjut Al-Imam Adz-
Dzuhli menegaskan, “Alquran
adalah kalamullah (yakni firman
Allah) dan bukan makhluk dari
segala sisinya dan dari segala keadaan. Maka barang siapa
yang berpegang dengan prinsip
ini, sungguh dia tidak ada
keperluan lagi untuk berbicara
tentang lafalnya ketika membaca
Alquran atau omongan yang serupa ini tentang Alquran.
Barang siapa yang menyatakan
bahwa Alquran itu makhluk, maka
sungguh dia telah kafir dan
keluar dari iman, dan harus
dipisahkan dari istrinya serta dituntut untuk tobat dari
ucapan yang demikian. Bila dia
mau tobat maka diterima
tobatnya. Namun bila tidak mau
tobat, harus dipenggal lehernya
dan hartanya menjadi rampasan muslimin serta tidak boleh
dikubur di pekuburan kaum
Muslimin. Dan barang siapa yang
bersikap abstain dengan tidak
menyatakan Alquran sebagai
makhluk dan tidak pula menyatakan Alquran bukan
makhluk, maka sungguh dia telah
menyerupai orang-orang kafir.
Barangsiapa yang menyatakan
‘lafalku ketika membaca Alquran
adalah makhluk’”, maka sungguh dia adalah ahli bid’ah
(yakni orang yang sesat). Tidak
boleh duduk bercengkrama
dengannya dan tidak boleh
diajak bicara. Oleh karena itu,
barang siapa setelah penjelasan ini masih saja mendatangi
tempatnya Al-Bukhari, maka
curigailah ia karena tidaklah ada
orang yang tetap duduk di
majelisnya kecuali dia semazhab
dengannya dalam kesesatannya.”
Dengan pernyataan Adz-Dzuhli
seperti ini, berdirilah dari majelis
itu Imam Muslim bin Hajjaj dan
Ahmad bin Salamah. Bahkan Imam
Muslim mengirimkan kembali
kepada Adz-Dzuhli seluruh catatan riwayat hadis yang
didapatkannya dari Imam Adz-
Dzuhli, sehingga dalam Shahih
Muslim tidak ada riwayat Adz-
Dzuhli dari berbagai sanad yang
ada padanya.
Sikap Imam Muslim bin Hajjaj dan
Ahmad bin Salamah yang seperti
itu menyebabkan Adz-Dzuhli
semakin marah sehingga beliau
pun menyatakan, “Orang ini
(yakni Al-Bukhari) tidak boleh bertempat tinggal di negeri ini
bersama aku.” Kemarahan Adz-Dzuhli seperti ini
sangat menggusarkan Ahmad bin
Salamah, salah seorang pembela
Al-Bukhari. Dia segera
mendatangi Al-Bukhari seraya
mengatakan, “Wahai Abu Abdillah (yakni Al-Bukhari), orang ini
(yakni Adz-Dzuhli) sangat
berpengaruh di Khurasan,
khususnya di kota ini (yakni kota
Naisabur). Dia telah terlalu jauh
dalam berbicara tentang perkara ini sehingga tak seorang pun dari
kami bisa menasehatinya dalam
perkara ini. Maka bagaimana
pendapatmu?” Al-Imam Al-Bukhari amat paham
kegusaran muridnya ini sehingga
dengan penuh kasih sayang
beliau memegang jenggot Ahmad
bin Salamah dan membaca surat
Ghafir 44 yang artinya, “Dan aku serahkan urusanku kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Melihat hamba-hamba-Nya.”
Kemudian beliau menunduk sambil
berkata, “Ya Allah, sungguh
Engkau tahu bahwa aku tinggal di Naisabur tidaklah bertujuan
jahat dan tidak pula bertujuan
dengan kejelekan. Engkau juga
mengetahui ya Allah, bahwa aku
tidak mempunyai ambisi untuk
memimpin. Hanya saja karena aku terpaksa pulang ke negeriku
karena para penentangku telah
menguasai keadaan. Dan sungguh
orang ini (yakni Adz-Dzuhli)
membidikku semata-mata karena
hasad (dengki) terhadap apa yang Allah telah berikan
kepadaku daripada ilmu.”
Wajah
beliau sendu menyimpan
kekecewaan yang mendalam. Dan
dia menatap Ahmad bin Salamah
dengan mantap sambil berkata, “Wahai Ahmad, aku akan
meninggalkan Naisabur besok
agar kalian terlepas dari
berbagai masalah akibat
omongannya (yakni omongan
Adz-Dzuhli) karena sebab keberadaanku.” Segera setelah
itu Al-Bukhari berkemas-kemas
untuk mempersiapkan
keberangkatannya besok kembali
ke negeri Bukhara. Rencana Al-Bukhari untuk pulang
ke negeri Bukhara sempat
diberitakan oleh Ahmad bin
Salamah kepada segenap kaum
muslimin di Naisabur, tetapi
mereka tidak ada yang berselera untuk melepasnya di batas kota.
Sehingga Al-Imam Al-Bukhari
dilepas kepulangannya oleh
Ahmad bin Salamah saja dan
beliau berjalan sendirian
menempuh jalan darat yang jauh menuju negerinya yaitu Bukhara.
“Selamat tinggal Naisabur,
rasanya tidak mungkin lagi aku
berjumpa denganmu.”
Created at 2012-08-15 12:39
Back to posts
UNDER MAINTENANCE
Priligy Plus Viagra Cialis At Discount Prices Buy Online Lasix generic cialis Lioresal 10mg Pharmacy Viagra Candia Baclofene 10mg
Priligy For Sale Uk where to buy cialis online safely Propranolol 40 Hctz No Rx Body Building Forum Clomid