e
Home Blog About Gallery
17/05/24
wib 19:14

Al-Bukhari (194–256 H) 5

Badai di negeri Bukhara
Badai di negeri Bukhara Di negeri Bukhara telah tersebar berita bahwa Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari sedang menuju Bukhara. Penduduk Bukhara melakukan berbagai persiapan untuk menyambutnya di pintu kota. Bahkan diceritakan oleh Ahmad bin Mansur Asy- Syirazi bahwa dia mendengar dari berbagai orang yang menyaksikan peristiwa penyambutan Al-Bukhari di negeri Bukhara, dikatakan bahwa masyarakat membangun gapura penyambutan di tempat yang berjarak satu farsakh (kurang lebih 5 km) sebelum masuk kota Bukhara. Ketika Al- Imam Muhammad bin Ismail Al- Bukhari telah sampai di gapura “selamat datang” tersebut, beliau mendapati hampir seluruh penduduk negeri Bukhara menyambutnya dengan penuh suka cita, sampai-sampai disebutkan bahwa penduduk melemparkan kepingan emas dan perak di jalan yang akan diinjak oleh telapak kaki Al-Bukhari. Mereka berdiri di kedua sisi jalan masuk kota Bukhara sambil berebut memberikan buah anggur yang istimewa kepada Sang Imam Ahlul Hadis yang amat mereka cintai itu. Akan tetapi, suka cita penduduk negeri Bukhara ini tidak berlangsung lama. Beberapa hari setelah itu para ahli fikih mulai resah dengan beberapa perubahan pada cara beribadah orang-orang Bukhara. Yang berlaku di negeri tersebut adalah Mazhab Hanafi, sedangkan Al-Bukhari mengajarkan hadis sesuai dengan pengertian ahli hadis yang tidak terikat dengan mazhab tertentu sehingga yang nampak pada masyarakat ialah sikap-sikap yang diajarkan oleh ahli hadis, dan bukan pengamalan Mazhab Hanafi. Orang dalam beriqamat untuk shalat jemaah tidak lagi menggenapkan bacaan qamat seperti azan, tetapi membaca iqamat dengan satu- satu sebagaimana yang ada dalam hadis-hadis shahih. Ketika bertakbir dalam shalat semula tidak mengangkat tangan sebagaimana Mazhab Hanafi, sekarang mereka bertakbir dengan mengangkat tangan. Dengan berbagai perubahan ini keresahan para ulama fikih tambah menjadi-jadi sehingga tokoh ulama fikih di negeri tersebut yang bernama Huraits bin Abi Wuraiqa’ menyatakan tentang Al-Imam Al-Bukhari, “Orang ini pengacau. Dia akan merusakkan kehidupan keagamaan di kota ini. Muhammad bin yahya telah mengusir dia dari Naisabur, padahal dia Imam Ahli Hadis.” Oleh sebab itu, Huraits dan kawan-kawannya mulai berusaha untuk mempengaruhi Gubernur Bukhara agar mengusir Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari ini. Gubernur negeri ini yang bernama Khalid bin Ahmad As- Sadusi Adz-Dzuhli. Gubernur Khalid pernah meminta Al-Bukhari untuk datang ke istananya guna mengajarkan kitab At-Tarikh dan Shahih Al- Bukhari bagi anak-anaknya, tetapi Al-Imam Al-Bukhari menolak permintaan gubernur tersebut dengan mengatakan, “Aku tidak akan menghinakan ilmu ini dan aku tidak akan membawa ilmu ini dari pintu ke pintu. Oleh karena itu, bila Anda memerlukan ilmu ini, maka hendaknya Anda datang saja ke masjidku atau ke rumahku. Bila sikapku yang demikian ini tidak menyenangkanmu, engkau adalah penguasa. Silakan engkau melarang aku untuk membuka majelis ilmu ini agar aku punya alasan di sisi Allah di hari kiamat bahwa aku tidaklah menyembunyikan ilmu (tetapi dilarang oleh penguasa untuk menyampaikannya).” Tentu, Gubernur Khalid dengan jawaban ini sangat kecewa, maka berkumpullah padanya penghasutan Huraits bin Abil Wuraqa’ dan kawan-kawan serta kekecewaan pribadi gubernur ini. Huraits dan Gubernur Khalid akhirnya sepakat untuk membikin rencana mengusir Muhammad bin Ismail dari Bukhara. Lebih-lebih lagi, telah datang surat dari Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli dari Naisabur kepada Gubernur Khalid bin Ahmad As-Sadusi Adz- Dzuhli di Bukhara yang memberitakan bahwa Al-Bukhari telah menampakkan sikap menyelisihi sunah Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Dengan demikian matanglah rencana pengusiran Al-Imam Muhammad bin Ismail Al- Bukhari dari negeri Bukhara. Upaya pengusiran itu bermula dengan dibacakannya surat Muhammad bin yahya Adz-Dzuhli di hadapan segenap penduduk Bukhara tentang tuduhan beliau kepada Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari bahwa beliau telah berbuat bid’ah dengan mengatakan bahwa “lafalku ketika membaca Alquran adalah makhluk”. Namun, dengan pembacaan surat, penduduk Bukhara pada umumnya tidak mau peduli dengan tuduhan tersebut dan terus memuliakan Al-Imam Al-Bukhari. Namun, Gubernur Khalid akhirnya mengusirnya dengan paksa sehingga Al-Imam Al-Bukhari sangat kecewa dengan perlakuan ini. Sebelum keluar dari negeri Bukhara, beliau sempat mendoakan celaka atas orang- orang yang terlibat langsung dengan pengusirannya. Ibrahim bin Ma’qil An-Nasafi menceritakan, “Aku melihat Muhammad bin Ismail pada hari beliau diusir dari negeri Bukhara, aku mendekat kepadanya dan aku bertanya kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, apa perasaanmu dengan pengusiran ini?” Beliau menjawab, “Aku tidak peduli selama agamaku selamat.” Al-Bukhari meninggalkan Bukhara dengan penuh kekecewaan dan dilepas penduduk Bukhara dengan penuh kepiluan. Beliau berjalan menuju desa Bikanda kemudian berjalan lagi ke desa Khartanka, yang keduanya adalah desa-desa negeri Samarkan. Di desa terakhir inilah beliau jatuh sakit dan dirawat di rumah salah seorang kerabat beliau yang menjadi penduduk desa tersebut. Dalam suasana hati yang terluka, tubuhnya yang kurus kering di usia ke enam puluh dua tahun, beliau berdoa mengadukan segala kepedihannya kepada Allah Ta`ala, “Ya Allah, bumi serasa sempit bagiku. Tolonglah ya Allah, Engkau panggil aku keharibaan-Mu.” Sesaat setelah itu ia pun menghembuskan nafas terakhir dan selamat tinggal dunia yang penuh onak dan duri. Pembelaan Al-Bukhari Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengakhiri hidupnya di desa Khartanka, Samarkan pada malam Sabtu di malam hari Raya Fitri (Iedul Fitri) 1 Syawal 256 H. Sebelum menghembuskan nafas yang terakhir, beliau sempat berwasiat agar mayatnya nanti dikafani dengan tiga lapis kain kafan tanpa imamah (ikat kepala) dan tanpa baju. Beliau berwasiat agar kain kafannya berwarna putih. Semua wasiat beliau itu dilaksanakan dengan baik oleh kerabat beliau yang merawat jenazahnya. Beliau dikuburkan di desa itu di hari Idul Fitri, 1 Syawal 256 H setelah shalat zuhur. Seketika selesai pemakamannya, tersebarlah bau harum dari kuburnya dan terus semerbak bau harum itu sampai berhari-hari. Gubernur Bukhara Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhli menuai hasil dari kezalimannya dengan datangnya keputusan pencopotan terhadap jabatannya dari Khalifah Al- Muktamad karena tuduhan ikut terlibat pemberontakan Ya’qub bin Al-Laits terhadap Khilafah Ath-Thahir. Khalid bin Ahmad akhirnya dipenjarakan di Baghdad sampai mati di penjara pada tahun 269 H. Sedangkan Huraits bin Abil Waraqa’ ditimpa kehancuran pada anak-anaknya yang berbuat tidak senonoh. Para penentang Imam Bukhari menyatakan penyesalannya dan kesedihannya dengan wafatnya beliau dan sebagian mereka sempat mendatangi kuburnya. Mulailah setelah itu orang berani menyebarkan pembelaan Al-Imam Al-Bukhari dari segala tuduhan miring terhadap dirinya. Akan tetapi, berbagai pembelaan itu selama ini tenggelam dalam hiruk pikuk fitnah tuduhan keji terhadap diri beliau. Allah Maha Adil terhadap hamba-hamba-Nya. Muhammad bin Nasir Al-Marwazi mempersaksikan bahwa Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari menyatakan, “Barang siapa yang mengatakan bahwa aku telah berpendapat bahwa lafalku ketika membaca Alquran adalah makhluk maka sungguh dia adalah pendusta, karena sesungguhnya aku tidak pernah mengatakan demikian.” Abu Amr Ahmad bin Nasir An- Naisaburi Al-Khaffaf mempersaksikan bahwa Al-Imam Al-Bukhari telah mengatakan kepadanya, “Wahai Abu Amir, hafal baik-baik apa yang aku ucapkan, ‘Siapa saja yang menyangka bahwa aku berpendapat bahwa lafalku tentang Alquran adalah makhluk, baik dia dari penduduk Naisabur, Qaumis, Ar-Roy, Hamadzan, Hulwan, Baghdad, Kuffah, Basrah, Mekkah, atau Madinah,’ maka ketahuilah bahwa yang menyangka aku demikian itu adalah pendusta. Karena sesungguhnya aku tidaklah mengatakan demikian. Hanya saja aku mengatakan, ‘Segenap perbuatan hamba Allah itu adalah makhluk.’” Yahya bin Said mengatakan, “Abu Abdillah Al-Bukhari telah berkata: Gerak-gerik hamba Allah, suara mereka, tingkah laku mereka, segala tulisan mereka adalah makhluk. Adapun Alquran yang dibaca dengan suara huruf- huruf tertentu, yang ditulis di lembaran-lembaran penulisan Alquran, yang dihafal di hati para penghafalnya, maka semua itu adalah kalamullah (perkataan Allah) dan bukan makhluk.” Ghunjar membawakan riwayat dengan sanadnya sampai ke Al- Firabri, dia mengatakan bahwa Al-Bukhari telah mengatakan, “Alquran kalamullah dan bukan makhluk. Barang siapa yang mengatakan bahwa Alquran itu makhluk maka sungguh dia telah kafir.” Bahkan, Al-Imam Al- Bukhari menulis kitab khusus dalam masalah ini dengan judul Khalqu Af`alil Ibad yang padanya beliau menjelaskan pendirian beliau dalam masalah ini dengan gamblang dan jelas serta lengkap dan ilmiah. Fitnah itu memang kejam, lebih kejam dari pembunuhan. Dia tidak akan memilih antara orang jahil atau orang alim dari kalangan ulama. Dan ulama pun bisa salah dalam memberikan penilaian, karena yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) hanyalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Orang-orang yang menyakini bahwa ulama itu ma’shum hanyalah para ahli bid’ah dari kalangan Rafidlah (Syiah) atau orang-orang sufi. Demikian pula, orang-orang yang mencerca ulama karena kesalahannya semata tanpa mempertimbangkan apakah kesalahan itu karena kesalahan ijtihad ataukah kesalahan prinsip yang tak termaafkan, yang demikian ini adalah sikap sufaha’ (orang-orang dungu) semacm sururiyyun (pengikut Muhammad bin Surur) atau haddadiyyun (pengikut Mahmud Al-Haddad). Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menganggap para ulama itu ma’shum dan tidak pula melecehkan ulama ketika mendapati kesalahan mereka. Dengan prinsip inilah kita tetap memuliakan Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Kita juga memuliakan Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli. Kita mendoakan rahmat Allah bagi para imam-imam tersebut. Kita memahami segala perselisihan di kalangan mereka dengan ilmu Alquran dan As-Sunnah untuk mengerti mana yang benar untuk kita ikuti dan mana yang salah untuk kita tinggalkan. Ahlus Sunnah wal Jamaah itu berkata dan berbuat dengan bersandarkan kepada ilmu. Adalah bukan akhlak Ahlus Sunnah wal Jamaah bila segerombolan orang berbuat hura-hura dan kemudian menvonis seseorang atau sekelompok orang. Tertapi ketika ditanyai, apa dasar kamu berbuat demikian? Jawabannya: Kami masih menunggu fatwa dari ulama! Kita katakan kepada mereka ini, “Apalagi yang kalian tunggu dari ulama setelah kalian berbuat, menvonis dan menilai? Apakah kalian berbuat dulu baru mencari pembenaran terhadap perbuatan kalian dengan fatwa ulama? Kalau begitu, yang kalian tunggu adalah fatwa pembenaran dari ulama terhadap perbuatan kalian. tentu yang demikian ini bukanlah akhlak Ahlus Sunnah wal Jamaah.” Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad As-Sadusi, dan Mufti negeri Bukhara, Huraits bin Abil Waraqa’, telah menyimpan ketidaksenangan kepada Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dan berencana untuk mengusirnya dari negeri Bukhara. Ketika sedang mencari-cari alasan pembenaran terhadap perbuatannya tiba-tiba datang surat dari Al-Imam Muhammad bin yahya Adz-Dzuhli dari Naisabur yang memperingatkan sang gubernur dari bahaya bid’ah yang dibawa oleh Al-Imam Al- Bukhari. Surat ini seperti kata pepatah: pucuk dicita ulam tiba. Tanpa selidik dan tanpa teliti, segera surat ini dibacakan di hadapan penduduk Bukhara dan setelah itu datanglah keputusan pengusiran Al-Bukhari dari negeri kelahirannya, sehingga yang diharapkan, kesan orang bahwa pengusiran itu karena semata- mata alasan agama dan bukan alasan yang lainnya. Akan tetapi, Allah Maha Tahu dan Dia membongkar segala kejahatan di balik alasan-alasan yang memakai atribut agama itu. Sehingga yang tertulis dalam sejarah Islam sampai hari ini adalah kesan buruk terhadap perbuatan Khalid bin Ahmad As- Sadusi dan Huraits bin Abil Waraqa’, dan bukan kesan buruk yang dibikin-bikin oleh para pencoleng fatwa ulama itu. Camkanlah! Pengkhianatan dan kedustaan itu berulang-ulang terus dari masa ke masa. Hanya saja, pemainnya yang berganti- ganti. Namun semua itu akan menjadi sejarah bagi anak cucu di belakang hari sebagaimana sejarah pengkhianatan dan kedustaan terhadap Al-Imam Al- Bukhari yang sekarang menjadi pergunjingan bagi generasi ini. Sumber: http:// ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/26/ imam-bukhari/ Dipublikasikan ulang oleh www.yufidia.com, disertai penyuntingan
Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
|More...
copyright © 2013 om ridlo
13613
ec2-18-224-63-61.us-east-2.compute.amazonaws.comMozilla

xoxHits.com - free
counter service
url submit

XtGem Forum catalog